Di masa-masa akhir pendudukan Jepang di Indonesia, suatu hari KH Wahid Hasyim mendapat panggilan mendadak untuk menghadap Jepang di Jakarta. Panggilan yang bersifat mendadak & tanpa ada kejelasan keperluannya membuat beliau khawatir & was-was, masih terbayang jelas dimata beliau akan perlakuan keji Jepang pada Ayah beliau & KH Mahfudz Sidiq salah seorang guru beliau. Karena itu, sebelum berangkat ke Jakarta, beliau menyempatkan dulu sowan ke KH Zaenuddin, seorang Kyai kharismatik yg dikenal sebagai Waliyulloh Pengasuh PP Mojosari Nganjuk,untuk meminta berkah & do'a terlebih dahulu.
Tepat waktu dhuhur beliau sampai di PP Mojosari, setelah mengikuti sholat berjamaah bersama Sang Kyiai, barulah beliau sowan menghadap & segera mengutarakan maksud tujuan beliau serta meminta berkah doa dan ijazah dari Sang Kyai. KH Zainudin memberikan wejangan singkat: " Anu gus, Istighfar lan Sholawat mawon geh !" ( Cukup membaca lstighfar & Sholawat saja gus). Jawaban singkat dari Sang Kyai ini membuat hati Gus Wahid grundel," Sederhana sekali, istighfar & sholawat saja?!" batin beliau. Padahal maksudnya agar dapat ijazah kebal senjata, tidak mempan ditembak, bisa menghilang atau bisa terbang,dan yg semacamnya, sesuatu yang bisa menjadi bekal andai Jepang bermaksud tidak baik nantinya. Karena itu, setelah undur dari Sang Kyai, beliau tidak segera pulang. Setelah sholat jamaah ashar di Pondok itu, beliau sowan lagi dan mengutarakan maksud & tujuanya kembali. Ternyata jawaban Sang Kyai sama seperti semula. Gus Wahid masih belum merasa puas dengan pesan singkat Sang Kyai itu. Karena itu beliau tidak segera pulang, menunggu jamah sholat magrib untuk sowan sekali lagi. Dan begitu beliau mengutarakan maksud & tujuannya kembali, Sang Kyai menjawab dengan lembut dan asih : " Pun gus, cekap istighfar & sholawat mawon" (Sudahlah gus, cukup istighfar dan sholawat saja).
Sebenarnya Gus Wahid masih merasa belum puas juga, mengingat kekejaman Jepang & beliau akan sendirian menghadap ke Jakarta. Tetapi sudah tiga kali beliau sowan dan tiga kali Sang Kyai memberikan jawaban yang sama pula. Namun begitu beliau meninggalkan gerbang pondok Sang Kyai, hatinya menjadi terang & tercerahkan," Iya, baca sholawat pada Nabi saw itu pada hakikatnya adalah minta keselamatan untuk diri sendiri juga, untuk apa bisa menghilang & terbang kalau ahirnya malah tidak selamat??!, untuk apa kebal senjata, tidak mempan senapan kalau dosa-dosanya tidak di ampuni Tuhan" batin gus wahid, dan bukankah Nabi saw pernah bersabda : " من اكثر الاستغفار جعل الله له من كل هم فرجا ومن كل ضيق مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب " Artinya: Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Alloh menjadikan setiap kesusahan yg dialaminya menjadi sebuah kegembiraan, dan setiap kesulitannya selalu ada jalan keluar , serta memberinya rizki dari tempat yg tidak dua duga. (HR, Ahmad RA, Abu Dawud RA, Ibn Majah RA).
Setelah itu, hati beliau menjadi mantap & terang, tidak ada sedikitpun rasa was-was & kekhawatiran lagi, bahkan beliau merasa tidak sabar lagi untuk segera bertemu petinggi Jepang di Jakarta. Sesampainya di Jakarta, ternyata beliau malah disambut dengan baik, dimintai masukan & pandangan2 beliau terkait perkembangan politik di Indonesia maupun luar negeri. Di ahir pertemuan itu juga,ada sebuah pertanyaan dari petinggi Jepang yang beliau tidak langsung berani menjawabnya,sebab butuh pertimbangan masak & tentu harus dimusyawarahkan dengan banyak pihak karena menyangkut nasib seluruh rakyat Indonesia, yaitu : Seandainya Indonesia merdeka nantinya, adakah atau siapakah orang Indonesia yang layak & pantas menjadi presiden??!.
Sesampainya di Tebuireng, semua hasil pertemuan itu beliau sampaikan pada Ayahandanya, termasuk pertanyaan terahir dari petinggi Jepang terkait Presiden Indonesia nantinya. Mendengar pertanyaan itu, Hadlrotussyaikh KH Hasyim Asy'ari spontan menjawab dengan tenang namun tegas : " Pak Karno, Sukarno lah yang pantas menjadi Presiden Indonesia!!". Wallohu A'lam.